Rabu, 26 November 2008

ANALISIS KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN DI INDONESIA

Yang disuruh Prof Syafrizal... pengganti ujian mid Analisa Lingkungan Usaha ya Prof..

I. LATAR BELAKANG
Dari tahun ke tahun sejak reformasi, privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) semakin meningkat saja. Privatisasi sebagai bagian dari liberalisasi ekonomi di Indonesia sebenarnya diisukan secara bertahap sejak masa pemerintahan Suharto, yakni sejak diberlakukannya deregulasi dan dikorporasikannya perusahaan negara menjadi perusahaan umum. Didorong oleh krisis keuangan pada tahun 1998, menyusul dikenakannya kewajiban pemerintah untuk melakukan bail out atas hutang bank-bank swasta yang menyebabkan deficit APBN, maka pemerintah diminta oleh IMF melalui Letter of Intent memberlakukan Undang-undang No 22 Tahun 2001 mengenai privatisasi BUMN sebagai perusahaan public (PERSERO). UU ini kemudian diikuti Peraturan Pemerintah No. 31 of 2003. BUMN yang termasuk paling awal diprivatisasi adalah PN Pertamina yang diubah menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 9 Oktober 2003. Keberhasilannya kemudian diikuti oleh penjualan saham PT Indosat dsb.
Sesuai dengan konstitusi,negara mempunyai kewenangan penuh dalam mengelola sumber daya alam demi kemakmuran dan keadilan masyarakat yang dalam hal ini secara kelembagaan dilimpahkan melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bagi negara, keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki dimensi sosial-ekonomi.
Dalam dimensi sosial, keberadaan BUMN adalah manifestasi pelayanan, distribusi, dan pengelolaan demi pemenuhan hajat hidup masyarakat banyak atas berbagai sumber daya alam seperti sumber air, listrik, gas, minyak, tambang, dan sebagainya. Sementara pada dimensi ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor strategis agar tidak dikuasai secara privat sehingga bisa menjadi sumber pendapatan negara yang utama. Posisi BUMN sangat strategis karena melingkup pada hampir seluruh sektor kegiatan ekonomi, baik pertanian pertambangan, industri, perdagangan, infrastuktur, dan jasa lainnya.

Namun dalam dimensi ekonomi tersebut, kinerja BUMN tidak memberikan hasil yang selalu optimal, keberadaan berbagai BUMN tak jarang tidak menambah pendapatan negara. Bahkan, selama ini pengelolaan BUMN seperti PT KAI, PDAM, dan PLN telah banyak yang bermasalah, merugi, dan menjadi beban pembiyaan nasional. Dari 300 PDAM di Indonesia, hanya 20% yang memiliki neraca keuangan yang stabil, sisanya selalu defisit.

Dalam menyikapi problem inilah kemudian bergulir kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi ini secara mikro bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas, efisiensi, dan pengurangan utang dan menekan beban BUMN. Hal ini didasari pemikiran bahwa kekuatan pasar paling efisien untuk mengendalikan kegiatan ekonomi, karena itu penyerahan pengelolaan pelayanan publik pada sektor swasta akan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia. Dengan diterbitkan berbagai perundang-undangan seperti UU BUMN, UU Ketenagalistrikan, UU SDA dan sebagainya, diharapkan mampu merubah performa BUMN menjadi lebih profesional dengan mengedepankan keuntungan ekonomis. Privatisasi secara ideal akan menumbuhkan good corporate governance (GCG), sumber keuangan baru untuk menutup APBN, dan kepentingan ekspansi pasar. Tiap tahun berbagai BUMN terdaftar untuk “disehatkan” menjadi perusahaan swasta. Untuk tahun 2008 ini saja ditargetkan 28 perusahaan BUMN akan diprivatisasi.

Meski memberikan keuntungan finansial bagi negara, privatisasi tidak lepas resiko. Sudah pasti privatisasi telah membuka keterlibatan kekuatan modal swasta. Hal ini menjadikan posisi negara tidak dominan dalam melakukan kontrol dan proteksi terhadap badan-badan usaha yang menyentuh sektor publik. Ketika BUMN menjadi perusahaan swasta maka sudah pasti orientasinya adalah profit. Sudah banyak pengelolaan sumber daya alam di Indonesia yang dikelola swasta nyatanya kurang bisa proporsional dalam melakukan sharing untuk kuntungan dalam negeri. Belum lagi dampak eksplorasi alam yang merusak lingkungan dan marginalisasi masyarakat lokal di kawasan eksplorasi. Kasus PT Newmont Minahasa, PT Lapindo Brantas, dan Freeport adalah contoh yang bisa menggambarkan bagaimana potret kelam pengelolaan sumber daya alam yang diserahkan kepada swasta/perusahaan asing.

II. PERMASALAHAN
Sampai hari ini gagasan dan implementasi privatisasi BUMN banyak menimbulkan pro kontra di masyarakat. Mungkin, dalam beberapa konteks, privatisasai BUMN/BUMD akan amat relevan, misalnya untuk sektor sumber daya tak terbatas seperti sektor telekomunikasi. Ataupun sektor BUMD dalam kawasan industri seperti di daerah Batam. Akan tetapi dalam konteks dan lokalitas yang lain, privatisasi akan merugikan masyarakat. Jika melihat visi perekonomian Indonesia, seharusnya setiap kebijakan ekonomi hendaknya diproyeksikan untuk kesejahteraan rakyat. Privatisasi BUMN harus bisa mengemban visi tersebut di tengah birokrasi Indonesia yang dikenal rentan terhadap KKN dan juga ancaman kerakusan kaum pemodal.
Karenanya perlu dilakukan kajian mendalam dan kritis sebelum sekian kebijakan tentang privatisasi ditelorkan oleh negara. Jika negara salah mengambil kebijakan maka privatisasi akan berbuah penderitaan rakyat yang tentunya paradoks dengan tujuan ideal dari privatisasi itu sendiri. Berangkat dari pemikiran inilah, dalam essay ini akan dibahas mengenai privatisasi dan latar belakang implementasi privatisasi BUMN di Indonesia. Pada bagian akhir akan dibahas mengenai kinerja hasil privatisasi BUMN hingga tahun 2008 ini.

III. ANALISA PERMASALAHAN
Defenisi privatisasi sendiri adalah pemindahan kepemilikan perusahaan dari pemerintah ke swasta (Peacock,1930), yang lain mendefenisikan privatisasi sebagai penjualan yang berkelanjutan sekurang-kurangnya 50% saham pemerintah di perusahaan pemerinatah ke swasta (Beesley dan Littechild,1980).

Dari defenisi privatisasi tersebut, terdapat 4 kebijaksanaan pemerintah terkait dengan privatisasi (Clementi,1980) yaitu :
1. Pemindahan pemilikan perusahaan ke swasta
2. Liberalisasi aktivitas melalui kompetisi
3. Menghapus fungsi pemerintah tertentu sehinga biaya pengelolaan perusahaan tersebut menjadi menurun.
4. Mengurangi jasa publik yang kurang bermanfaat.

Pada prinsipnya terdapat 3 macam dan bentuk privatisasi :
a. Penjualan perusahaan milik pemerintah yang telah ada.
b. Penggunaan dana swasta untuk pembangunan infrastruktur ekonomi.
c. Mengkontrakkan sebagian tugas pelayanan pemerintah kepada swasta.

Latar belakang privatisasi seperti yang telah dijelaskan dalam Pendahuluan, dapat dirangkum menjadi 4 point utama yaitu :
 Banyaknya BUMN dengan kinerja yang rendah dan tingkat keuntungan yang relatif rendah bahkan merugi.
 Besarnya utang negara yang didominasi oleh utang BUMN
 Adanya defisit APBN
 Rencana peningkatan kualitas pelayanan publik.
Seperti terlihat pada gambar dibawah ini, kebijakan privatisasi dipicu oleh siklus ekonomi itu sendiri. Bagi BUMN, tindakan privatisasi merupakan bagian dari silkus inovasi baik yang bersifat kreatif maupun destruksi, hal ini akan memberikan iklim kompetisi yang menyebabkan 2 hal dalam perkembangannya, kinerja semakin meningkat atau atau justru menurun karena ketidak mampuan berkompetisi setelah lepas dari rangkulan pemerintah sebagai pelindung.

Privatisasi ini secara mikro bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas, efisiensi, dan pengurangan utang dan menekan beban BUMN. Hal ini didasari pemikiran bahwa kekuatan pasar paling efisien untuk mengendalikan kegiatan ekonomi, karena itu penyerahan pengelolaan pelayanan publik pada sektor swasta akan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia. Rangkuman tujuan itu sendiri adalah :
• Meningkatkan efisiensi pengelolaan pelayanan publik sehingga biaya negara berkurang.
• Meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat luas sehingga masyarakat menjadi lebih puas, hal ini harus dibarengi dengan upaya perlindungan konsumen.
• Mengurangi kemungkinan KKN karena campur tangan pemerintah.
Pelaksanaan program privatisasi ditentukan oleh beberapa lembaga negara di mana masing-masing lembaga memiliki sudut pandang yang berbeda. Di Indonesia sendiri, Kementerian Negara BUMN mempunyai pandangan dari sisi ekonomi mikro. Departemen Keuangan lebih memandangnya dari sisi ekonomi makro, sedangkan lembaga legislatif menggunakan pandangan ekonomi politik.
Pandangan tersebut menentukan obyektivitas terhadap keputusan privatisasi. Ekonomi mikro bertujuan meningkatkan produktivitas, profitabilitas, efisiensi, dan pengurangan utang perusahaan BUMN. Privatisasi juga diharapkan dapat meningkatkan good corporate governance (GCG), masuknya sumber keuangan baru ke perusahaan, dan pengembangan pasar. Manfaat alih teknologi dan peningkatan jaringan juga diharapkan dalam privatisasi BUMN yang melalui proses strategic sale.
Dari sisi ekonomi makro, tujuan privatisasi berorientasi pada kepentingan fiskal, yaitu untuk menambah sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah, perbaikan iklim investasi, dan pengembangan pasar modal.
Obyektivitas ekonomi politik bertujuan melindungi aset nasional dengan pertimbangan melindungi bidang usaha yang berkaitan dengan nasionalisme, keamanan negara, dan usaha sumber daya alam.

Metode privatisasi cukup banyak, dalam prakteknya terdapat 9 jenis metode privatisasi, namun dari pengalaman yang ada, metode Penawaran Umum (Flotation) berupa penjualan saham (IPO) di bursa efek dinilai lebih efektif. Cara ini dapat memberi ukuran peningkatan kinerja melalui perubahan harga saham.
Tantangan melakukan metode IPO adalah BUMN diharapkan untuk memiliki tren pertumbuhan, sahamnya diminati investor, mampu membukukan keuntungan (profitable), memiliki prospek usaha yang baik, memiliki produk/jasa unggulan, dan memiliki kompetensi teknis dan manajemen yang andal. Kendala lainnya dalam melakukan metode IPO adalah persyaratan pasar modal. Pada kenyataannya, setiap tahun rata-rata 25 persen dari perusahaan BUMN mengalami kerugian sehingga menghambat proses privatisasi.

Kinerja Hasil Privatisasi
Pemerintah merencanakan target privatisasi 28 perusahaan BUMN tahun 2008. Sementara realisasi privatisasi tahun ini sebanyak 3 perusahaan dari target 14 BUMN. Tidak dapat dimungkiri privatisasi BUMN memberi kontribusi terhadap pertumbuhan kapitalisasi pasar modal Indonesia. Sampai akhir Oktober 2007, BUMN memberi kontribusi nilai kapitalisasi pasar modal sebesar Rp 634,30 triliun atau sebesar 34 persen. Kontribusi yang cukup signifikan ini hanya diberikan oleh 15 perusahaan BUMN di pasar modal.

Saat ini sekitar 10 persen BUMN telah diprivatisasi dari total 140 perusahaan. Data Kementerian Negara BUMN menunjukkan, nilai aset keseluruhan BUMN tahun 2006 sebesar Rp 1.361,8 triliun, di mana Rp 452,5 triliun merupakan ekuitas, sedangkan Rp 909,3 triliun dari aset BUMN berasal dari utang. Sebagian besar atau sekitar 90 persen dari total aset BUMN serta 80 persen laba bersihnya berasal dari 22 BUMN yang terbesar. Dari keseluruhan BUMN yang diprivatisasi, sekitar 15 persen merupakan BUMN berskala besar.

Pasar bagi privatisasi BUMN sangat potensial. Dari sisi demand, investor menunggu program privatisasi BUMN karena pada umumnya BUMN bergerak pada industri strategis yang memiliki potensi pasar yang besar. Program privatisasi telah memberi dampak positif terhadap peningkatan nilai perusahaan. Sebagian besar harga saham BUMN mengalami kenaikan sejak dilakukan privatisasi melalui penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Bahkan, peningkatan harga terlihat sangat menonjol dengan rata-rata kenaikan harga saham melebihi 460 persen dari harga IPO.
Program privatisasi yang dilakukan telah memengaruhi peningkatan kinerja internal perusahaan. Jika dibandingkan dengan BUMN yang belum diprivatisasi, kinerja BUMN yang telah melalui privatisasi IPO umumnya lebih tinggi.
Namun apakah pelaksanaan privatisasi BUMN sudah optimal dan menunjukkan kinerja yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan? Sebanyak 75 persen dari target privatisasi tahun 2007 belum dapat terlaksana dan divestasi BUMN masih menunjukkan tingginya tingkat kepemilikan pemerintah. Kelanjutan program privatisasi diharapkan dapat menjadi strategi peningkatan kinerja BUMN. Stiglitz tahun 1987 sudah menjelaskan bahwa kinerja optimal program privatisasi diperoleh melalui divestasi minimal 51 persen kepemilikan. Dengan kata lain, optimal kinerja dicapai ketika pemerintah memiliki hak minoritas dan perusahaan mengikuti perkembangan pasar.

Dalam program privatisasi BUMN selama ini, dominasi pemerintah masih terlihat. Hampir seluruh program privatisasi yang telah dilakukan masih menyisakan hak kontrol mayoritas pada pemerintah. Tingkat kepemilikan pemerintah masih di atas 51 persen. Pengecualian pada Indosat yang melepas lebih dari 85 persen kepemilikan pemerintah. Walaupun hal ini masih disertai penyertaan saham seri A yang memberi otoritas kebijakan strategis kepada pemerintah.
Dari hasil kinerja diatas terlihat, bahwa sekalipun kinerja BUMN hasil privatisasi melebihan BUMN yang belum diprivatisasi, hasil kinerja itu sendiri masih belum optimal sesuai dengan harapan pemerintah dan tujuan awal privatisasi.

IV. PENUTUP
Privatisasi dimanapun di seluruh dunia selalu menimbulkan kontroversi. Ketika ia dibeli raksasa-raksasa ekonomi, suasana dapat saja sekejap menjadi cerah dan mengundang pesona. Namun demikian para pekerja yang semula menderita sesak nafas di BUMN lama begitu dirumahkan oleh pemilik baru dapat menimbulkan suasana kepedihan. Bagi yang dipekerjakan, sebagus apapun suasana baru itu, belum tentu membuat pekerja yang lama akan menikmati. Suasana kerja yang daya pacunya berbeda jauh dengan suasana lama semakin akan diperhitungkan untung ruginya. Ini menimbulkan kelelahan tersendiri.

Sudah saatnya asas undang undang mengenai perlakuan yang sama (equal treatment) harus diubah untuk menghargai kedudukan rakyat dan negara. Demikian pula pengelolaan dan pemilikan lahan harus oleh rakyat Indonesia dengan fasilitas khusus kepemilikan dan pengelolaan tanah bagi rakyat miskin Indonesia. Dalam hal tenaga kerja, kekuatan mereka dalam melakukan pekerjaannya harus menurut standar internasional dengan hak/kewajiban yang sama pula. Negara harus tetap sebagai pemilik tanah dengan asset yang dapat diolah secara terbatas. Memang, rejim, dibantu oleh kaum akademis, yang kuat selalu menang dan menjaga wibawa semata-mata demi kemenangan politiknya bukan demi Negara dan kesejahteraan rakyat. Jika hanya mempertahankan kebijakannya tanpa mempertahankan nasib Negara dan rakyat niscaya sebuah pemerintahan atau rejim akan jatuh, karena di masa kini sudah sulit mempertahankan dominasi tanpa memperhatikan nasib rakyat dan tanah air.

Guna meningkatkan hasil yang optimal atas privatisasi BUMN dan agar sesuai dengan hasil yang diharapkan dan tujuan awal privatisasi, maka pemerintah perlu membuat kebijakan yang tepat dan berdampak jangka panjang dna bukan hanya sekedar keuntungan dalam jangka pendek.

Masih banyak ruang untuk meningkatkan kinerja privatisasi perusahaan BUMN. Strategi privatisasi perlu didukung dengan pembenahan melalui restrukturisasi sebelum privatisasi. Penentuan target restrukturisasi yang jelas dapat meningkatkan kinerja pelaksanaan privatisasi. Strategi seperti ini lebih mengacu pada pandangan bahwa privatisasi untuk pengembangan perusahaan BUMN dari pada sebagai sumber dana APBN.
Dalam jangka panjang, keberhasilan program privatisasi dapat mendukung sumber dana APBN. Pencapaian tujuan ekonomi makro dalam privatisasi ditentukan oleh target menghasilkan dana APBN. Fleksibilitas menerima pemasukan dari sumber alternatif BUMN seperti pajak dan dividen dapat mendukung optimalisasi program privatisasi.
Dalam jangka yang lebih panjang, privatisasi diharapkan menjadi katalis peningkatan kinerja perekonomian sektor riil. Demikian juga lembaga legislatif yang memegang fungsi kontrol dapat mendukung kinerja program privatisasi sebagai motivator peningkatan kinerja perekonomian nasional. Tingkat divestasi dapat ditingkatkan untuk membawa perusahaan BUMN lebih dekat kepada mekanisme pasar. Program privatisasi diharapkan dapat meningkatkan perekonomian melalui peningkatan kinerja internal perusahaan BUMN


DAFTAR REFERENSI
Prof. Dr. Syafrizal, Privatisasi BUMN di Indonesia : Teori dan Implementasi, bahan kuliah Analisa Lingkungan Usaha, September 2008
Anggoro,Pony, Privatiasasi BUMN : Sebuah Ironi, Institute For Global Justice,22 Agustus 2008
Meitisari, Pramayanti, Kemana Arah Privatisasi BUMN tahun 2008, http://pusri.wordpress.com, 10 Desember 2007
Riansyah,L. Analisis Kritis Kebijakan Privatisasi BUMN, 20 Februari 2008

Tidak ada komentar: