Rabu, 26 November 2008

PERANAN EMPLOYEE ENGAGEMENT DALAM PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN


Essay yang dibuat menjelang ujian akhir Perilaku Organisasi



I. LATAR BELAKANG
Perusahaan sebagai organisasi memiliki ketergantungan yang saling terkait dengan individu dalam perusahaan itu sendiri. Karyawan sebagai individu dalam perusahaan merupakan bagian dari struktur organisasi yang memiliki peranan besar dalam menentukan tercapainya tujuan perusahaan. Kinerja karyawan merupakan dasar bagi pencapaian kinerja dan prestasi perusahaan, sehingga pengelolaan karyawan sebagai sumber daya yang potensial merupakan tugas utama manajemen. Pengelolaan sumber daya manusia menjadi sangat penting karena perusahaan dapat mencapai kinerja yang diharapkan serta memiliki keunggulan kompetitif ketika orang didalamnya melakukan apa yang terbaik dari mereka, apa yang mereka senangi serta kuatnya faktor kepemilikan secara psikologis dalam melaksanakan dan memberi hasil pada pekerjaan mereka, kesemua hal tersebut menjadi faktor motivasi karyawan.

Faktor motivasi memiliki hubungan langsung dengan kinerja individual karyawan. Sedangkan faktor kemampuan individual dan lingkungan kerja memiliki hubungan yang tidak langsung dengan kinerja. Kedua faktor tersebut keberadaannya akan mempengaruhi motivasi kerja karyawan. Karena kedudukan dan hubungannya itu, maka sangatlah strategis jika pengembangan kinerja individual karyawan dimulai dari peningkatan motivasi kerja. Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Apabila karyawan memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda perusahaan pun akan berjalan kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi dan memiliki moral yang rendah.

Salah satu faktor yang memotivasi kerja karyawan adalah kepuasan. Dari berbagai pengalaman diketahui bahwa biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Pemahaman tentang jenis atau tingkat kebutuhan perorangan karyawan oleh perusahaan menjadi hal mendasar untuk meningkatkan motivasi. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan, produktivitas pun akan meningkat.

Namun dalam perkembangannya, faktor kepuasan karyawan (employee satisfaction) saja, pada saat ini sudah dianggap kurang memadai bagi organisasi untuk menunjang kinerja karyawan. Bisa saja terjadi karyawan yang memiliki kepuasan tinggi, justru tidak termotivasi untuk menunjukkan kinerja yang terbaik. Sebagian diantaranya justru ongkang-ongkang kaki untuk menikmati pekerjaannya atau justru meninggalkan pekerjaannya.

Lebih dari sekedar kepuasan kerja, karyawan diharapkan mempunyai engagement, suatu keterlibatan, komitmen, keinginan untuk berkontribusi dan rasa memiliki (ownership) terhadap pekerjaan dan perusahaan. Di dalam terminologi ini, termasuk pula di dalamnya timbulnya rasa saling percaya (trust), loyalitas terhadap pekerjaan dan perusahaan, serta kebanggaan terhadap perusahaan dan semangat bekerjasama. Kondisi-kondisi tersebut yang kemudian melahirkan istilah EMPLOYEE ENGAGEMENT. Konsep employee engagement menjadi penting dalam mengkonsepsualiasikan dan menentukan peranan modal manusia terhadap kinerja organisasi. Konsep ini diperkenalkan oleh Gallup pada 2004 secara empirical dengan responden lebih dari 2500 bisnis, pusat kesehatan serta unit pendidikan.

Konsep employee engagement mungkin belum terlalu banyak dikenal, tetapi konsep sejenis yang sering digunakan yaitu konsep kepuasan karyawan telah banyak dikenal dan diterapkan dalam berbagai perusahaan. Ada persamaan antara kedua konsep tersebut, namun konsep employee engagement memiliki implikasi yang lebih jauh dibandingkan dengan konsep kepuasan karyawan dan enggament dinilai lebih penting daripada kepuasan saja.

Mengapa engagement dianggap penting? Engagement selama ini dikenal luas sebagai konsep yang dapat memberikan informasi mengenai tingkat keterikatan karyawan terhadap faktor organisasi. Faktor ini mendorong karyawan untuk melakukan usaha yang maksimal melebihi yang diharapkan. Bahkan faktor keterikatan ini juga mempengaruhi keputusan karyawan untuk bertahan atau meninggalkan perusahaan. Layaknya efek domino, kedua hal tersebut pada akhirnya akan berperan pada tingkat kemajuan dan kinerja perusahaan.

II. PERMASALAHAN
Employee engagement dinilai memberikan hasil yang lebih baik untuk mengukur faktor motivasi karyawan dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan dan perusahaan. Berkaitan dengan teori perilaku individu dan teori motivasi yang menjadi dasar dalam pencapaian performa karyawan dan kinerja organisasi, konsep employee engagement bisa jadi merupakan metode yang tepat dalam pengelolaan sumber daya manusia dalam perusahaan. Konsep seperti apa yang ditawarkan oleh employee engagement dan faktor-faktor apa yang mendorong terciptanya employee engagement serta sejauh mana peranannya dalam peningkatan kinerja perusahaan merupakan pembahasan utama dalam essay ini.

III. ANALISA PERMASALAHAN
Pengertian dan teori yang berkaitan dengan Employee Engagement
Employee engagement pertama kali diperkenalkan oleh kelompok peneliti Gallup pada tahun 2004. Employee engagement telah diklaim dapat memprediksikan peningkatan produktivitas pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, kepuasan konsumen serta keberhasilan untuk organisasi, sehingga topik ini menjadi isu yang hangat diperbincangkan dikalangan akademisi dan profesional. Dalam literatur akademik ada banyak definisi yang menjelaskan arti dari employee engagement. Ada yang mendefinisikan employee engagement sebagai bentuk keterlibatan individual dan kepuasannya serta sebagai bentuk antusiasme dalam melakukan pekerjaan. Lebih lanjut, employee engagement dijelaskan sebagai sebuah konsep yang dinilai dapat mengatur upaya-upaya karyawan yang sifatnya sukarela, yaitu ketika karyawan memiliki pilihan-pilihan, mereka akan bertindak lebih jauh untuk kepentingan organisasi mereka. Karyawan yang terikat adalah seorang yang terlibat penuh dalam pekerjaannya dan sangat antusias terhadap pekerjaan.

Dalam bukunya, Getting Engaged: The New Workplace Loyalty, penulis Tim Rutledge (http://www.wikipedia.com,2008) menjelaskan bahwa karyawan yang terikat akan tertarik dan terinspirasi pada pekerjaan mereka (sebagai contoh : pernyataan “Saya ingin melakukan pekerjaan ini”), serta berkomitmen (“Saya berkomitmen terhadap keberhasilan yang sedang saya kerjakan”), dan mengagumi pekerjaan mereka ("Saya mencintai apa yang sedang saya kerjakan”).

Konsep employee engagement sendiri merupakan pengembangan dari konsep pemahaman perilaku individu dalam organisasi. Dalam organisasi, terdapat tiga hal yang mempengaruhi perilaku individu dan prestasi (Gibson,Ivancevich,Donnely: Organization Behaviour) yaitu :
1. variabel individu berupa kemampuan dan keterampilan
2. variabel keorganisasian
3. variabel psikologis berupa persepsi,sikap dan perilaku

Employee engagement termasuk dalam variabel psikologis, seperti komponen pembentuk sikap, komponen utama dalam employee engagement terdiri atas 3 yaitu :
1. Komponen kognitif , berisi hal-hal yang dipikirkan karyawan tentang perusahaan tempat mereka bekerja. Dari komponen ini dapat dilihat apakah karyawan dan perusahaan memiliki kecocokan level pemikiran ,artinya apakah karyawan mempercayai tujuan organisasi serta mendukung nilai-nilai yang dianut perusahaan.
2. Komponen Afektif, merupakan hal-hal yang dirasakan karyawan terhadap perusahaan, yang memperlihatkan ikatan emosional antara karyawan dan perusahaannya, seperti rasa bangga menjadi bagian dari organisasi.
3. Komponen perilaku, yang merujuk pada 2 hal yaitu pertama apakah seorang karyawan berusaha maksimal dalam bekerja, dan kedua, apakah karyawan tersebut bersedia bertahan dalam perusahaan.

Seperti komponen diatas, John H.Fleming dan Jim Asplund dari kelompok Gallup menerjemahkan 4 dimensi employee engagement seperti yang tergambar dalam gambar dibawah ini, dimana tingkatan dimensi didasari oleh pemenuhan kebutuhan karyawan hingga keinginan karyawan untuk tumbuh bersama organisasinya.


Faktor-faktor penggerak terciptanya employee engagement

Penggerak employee engagement akan berbeda di tiap jenis pekerjaan dan organisasi. Secara umum terdapat 3 (tiga) kluster utama yang menjadi penggerak employee engagement, yaitu :

 Organisasi.
Hal-hal terkait organisasi yang dapat menjadi penggerak employeeengagement adalah budaya organisasi, visi dan nilai yang dianut, brand organisasi. Budaya organisasi yang dimaksud adalah budaya organisasi yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive serta komunikasi yang baik antara rekan kerja. Keadilan dan kepercayaan sebagai nilai organisasi juga memberikan dampak positif bagi terciptanya employee engagement. Hal-hal ini akan memberikan persepsi bagi karyawan bahwa mereka mendapat dukungan dari organisasi.

 Manajemen dan Kepemimpinan.
Engagement dibangun melalui proses, butuh waktu yang panjang serta komitmen yang tinggi dari pemimpin. Untuk itu, dibutuhkan kekonsistenan pemimpin dalam mementoring karyawan Dalam menciptakan employee engagement, pimpinan organisasi diharapkan memiliki beberapa keterampilan. Beberapa diantaranya adalah teknik berkomunikasi, teknik memberikan feedback dan teknik penilaian kinerja (McBain, 2007). Hal-hal ini menjadi jalan bagi manajer untuk menciptakan employee engagement sehingga secara khusus hal-hal ini disebut sebagai penggerak employee engagement.

 Working life.
Kenyamanan kondisi lingkungan kerja menjadi pemicu terciptanya employee engagement. Ada beberapa kondisi lingkungan kerja yang diharapkan dapat menciptakan employee engagement. Pertama, lingkungan kerja yang memiliki keadilan distributif dan prosedural. Hal ini terjadi karena karyawan yang memiliki persepsi bahwa ia mendapat keadilan istributif dan prosedural akan berlaku adil pada organisasi dengan cara membangun ikatan emosi yang lebih dalam pada organisasi. Kedua, lingkungan kerja yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini mempengaruhi karyawan secara psikologis, mereka menganggap bahwa mereka berharga bagi organisasi. Hal ini membuat karyawan akan semakin terikat dengan organisasi. Ketiga, organisasi yang memperhatikan keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga karyawan. Dalam banyak penelitian dijelaskan bahwa ketika konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi, karyawan akan cenderung memutuskan keluar dari pekerjaan. Oleh karena itu manajer harus menjaga keseimbangan keduanya sehingga karyawan merasa bahwa pekerjaan tidak mengancam kehidupan keluarganya.

Untuk mengetahui tingkat engagement karyawan, salah satu metode yang bisa dilakukan adalah metode “ Focus, Measure and Follow Up”, dalam menjalankan metode ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan perusahaan. Tahap awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi dimensi atau aspek-aspek apa saja yang diasumsikan memberi kontribusi terhadap tingkat employee engagement. Yang harus disadari adalah aspek-aspek ini ketika dirumuskan di belakang meja bersifat asumtif, sehingga harus diverifikasi dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif melalui in-depth interview maupun focus group discussion.

Tingkat engagement ini harus dikuantifikasi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk survei. Karena survei ini dilakukan sebagai umpan balik, termasuk umpan balik terhadap seberapa jauh upaya-upaya perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan engagement, maka survei ini haruslah bersifat periodic. Harus diingat bahwa employee engagement survey ini harus bersifat customized, karena setiap organisasi mempunyai karakteristik yang khas dan unik. Berarti pula dalam mendesain survei ini tidak boleh searah yang bersifat top-down, harus mendengarkan apa sesungguhnya aspirasi karyawan. Survei ini merupakan tools dalam kerangka perbaikan manajemen, sehingga harus dicangkokkan dalam sistem dan menyatu (embedded). Dan tentunya sebagai bagian dari sistem harus dilakukan secara periodik dan berkelanjutan.

Selain employee engagement survey, ada juga beberapa hal yang terkait dengan focus, measure dan follow up yaitu exit interview, internal appointment dan retention new starters. Exit interview digunakan untuk mencari tahu dan menganalisa mengapa karyawan hengkang dari perusahaan. Selain itu ada juga internal appointment dalam rangka mengembangkan talent. Yang terakhir dalam focus, measure and follow up adalah retention new starter yang dilakukan dengan menggunakan limit jangka waktu tertentu.

Survei juga menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi engagement karyawan dengan perusahaannya dapat dikelompokkan menjadi 6 hal yaitu : komunikasi dalam perusahaan, kondisi kerja, evaluasi dan pengembangan SDM, ketentuan perusahaan, reward dan remunerasi serta layanan SDM dari perusahaan.

Dikaitkan dengan dimensi dan komponen employee engagement yang telah dijelaskan sebelumnya, survey di berbagai negara menunjukan perbedaan faktor yang mempengaruhi engagement karyawan. Bagi karyawan di Inggris dan Amerika, kata kuncinya adalah respek. karyawan di Prancis dan India punya kesamaan, menyebut jenis pekerjaan sebagai alasan terkuat bagi mereka untuk terikat dengan perusahaan. Di Jepang, karyawan menghargai gaji sebagai faktor terpenting, dan di China, hampir sama, benefit menempati urutan tertinggi. Adapun karyawan di Jerman menyebutkan "dengan siapa mereka bekerja" sebagai faktor terkuat yang membuat mereka terikat dengan pekerjaan.
Kecuali bagi karyawan di China dan India, keseimbangan yang wajar antara hidup dan kerja juga disebut sebagai penggerak penting engagement di berbagai negara, dalam hal ini working life memberikan pengaruh cukup besar.



Dampak Employee Engagement terhadap Kinerja Karyawan dan Perusahaan

Semakin populernya penggunaan konsep employee engagement dalam praktik dan penelitian disebabkan karena ada kesepakatan umum mengenai dampak positif dan signifikan dari employee engagement dalam kinerja organisasi dan hasil bisnis. Pada dasarnya, employee engagement merupakan konstruksi level individu. Employee engagement akan mempengaruhi performa organisasi secara positif ketika employee engagement memberi dampak terhadap karyawan terlebih dahulu. Oleh karena itu, employee engagement dianggap sebagai sesuatu yang dapat memberikan perubahan pada individu, tim dan organisasi.

Beberapa penelitian terdahulu menjelaskan dampak employee engagement pada individu. Employee engagement mempengaruhi kualitas kerja karyawan,meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi jumlah ketidak hadiran karyawan dan menurunkan kecenderungan untuk berpindah pekerjaan. Hal ini disebabkan karena karyawan yang memiliki derajat engagement yang tinggi akan memiliki keterikatan emosi yang tinggi pada organisasi. Keterikatan emosi yang tinggi mempengaruhi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan (cenderung memiliki kualitas kerja yang memuaskan) dan akan berdampak pada rendahnya keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaan/perusahaan.

Riset dari Development Dimensions International, Inc pada tahun 2006 terhadap tingkat employee engagement dan kinerja karyawan menunjukkan bahwa ketika skor engagement tinggi, karyawan akan lebih puas terhadap pekerjaannya, tingkat keinginan untuk meninggalkan pekerjaan menjadi rencah dan karyawan menjadi lebih produktif. Ini artinya employee engagement memberikan hasil yang positif terhadap perilaku karyawan. Hasil penelitian ini memperlihatkan pengaruh signifikan antara employee engagement dan kinerja karyawan dan pada akhirnya juga yang menghantarkan dampak positif employee engagement di level organisasi, yaitu pertumbuhan dan produktifitas organisasi.


Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, kinerja karyawan merupakan dasar bagi kinerja organisasi, artinya secara tidak langsung employee engagement berperan dalam peningkatan kinerja organisasi. Dengan mempertimbangkan hasil riset dan survei yang telah banyak dilakukan, telah dibentuk suati kerangka kerja yang dapat menggambarkan dinamika serta hubungan antara employee engagement dan kinerja organisasi.

Dari kerangka kerja tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan yang tinggi dapat dicapai kalau tiga syarat terpenuhi. Ketiga syarat tersebut adalah kepemimpinan yang efektif di tiap lini (leadership), karyawan yang ”engaged” (employee engagement yang tinggi) sehingga memberikan kontribusi yang maksimal serta kepercayaan dalam perusahaan (organizational belief). Dari kerangka kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa employee engagement memiliki peranan besar dalam meningkatkan kinerja organisasi.

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Untuk meningkatkan keunggulan kompetitif perusahan, pengelolaan sumber daya manusia sebagai faktor potensial harus dilakukan dengan konsep yang tepat karena karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan . Kinerja karyawan merupakan dasar bagi pencapaian kinerja dan prestasi perusahaan, sehingga pengelolaan karyawan sebagai sumber daya yang potensial merupakan tugas utama manajemen. Peningkatan kinerja karyawan sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis yang disebut dengan employee engagement.

Penggunaan konsep employee engagement yang semakin populer terjadi karena adanya kesepakatan umum yang menyatakan dampak positifnya bagi kinerja organisasi. Employee engagement mempengaruhi kinerja organisasi karena mempengaruhi kinerja karyawan. Employee engagement mempengaruhi kualitas kerja karyawan,meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi jumlah ketidak hadiran karyawan dan menurunkan kecenderungan untuk berpindah pekerjaan. Hal ini disebabkan karena karyawan yang memiliki derajat engagement yang tinggi akan memiliki keterikatan emosi yang tinggi pada organisasi. Keterikatan emosi yang tinggi mempengaruhi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan (cenderung memiliki kualitas kerja yang memuaskan) dan akan berdampak pada rendahnya keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaan/perusahaan. Perubahan-perubahan di level individu ini pada akhirnya akan membawa perubahan positif pada level tim dan akhirnya akan membawa perubahan yang positif bagi kinerja organisasi.

Perlu ditekankan bahwa penciptaan dan pemeliharaan employee engagement dalam organisasi tidak terlepas dari peran pemimpin organisasi. Manajer harus menolong organisasi dalam menciptakan lingkungan yang dapat membuat karyawan mereka terikat secara emosional dan kognitif. Secara umum, ada tiga kluster penggerak employee engagement, yaitu organisasi, manajemen dan kepemimpinan, dan working life. Selain itu ada 6 hal yang turut mempengaruhi tingkat engagement karyawan yaitu : komunikasi dalam perusahaan, kondisi kerja, evaluasi dan pengembangan SDM, ketentuan perusahaan, reward dan remunerasi serta layanan SDM.

Organisasi yang ingin meningkatkan employee engagement harus berfokus pada persepsi karyawan terhadap dukungan yang mereka terima dari perusahaan. Oleh karena itu, disarankan adanya program-program organisasi yang menanggapi kebutuhan dan kepentingan karyawan, dapat dilakukan melalui survey-survey, kelompok kerja, program pemberian saran, serta program yang dapat mendemonstrasikan kebutuhan akan diterima dan didukung oleh organisasi.

Beberapa rekomendasi tindakan strategik pemimpin dalam mengembangkan engagement:
Komunikasikan tujuan dan sasaran organisasi dengan jelas dan konsisten
Menciptakan aturan dan praktik-praktik yang dapat menstimulasi employee engagement
Mengkaitkan sasaran organisasi dengan tugas sehari-hari karyawan
Memelihara diskusi terbuka antara senior manajer, manajer dan karyawan
Pemberian penghargaan terhadap manajer yang mampu menciptkan serta meningkatkan
employee engagement
Mampu mendengarkan apa yang diinginkan oleh karyawan dan apa yang mereka butuhkan
Menyediakan peluang-peluang dan tantangan-tantangan untuk menggali potensi-potensi
yang dimiliki oleh karyawan
Kejelasan cara bagaimana karyawan dapat memberikan kontribusi mereka
Pemberian penghargaan kepada karyawan atas kontribusi mereka
Seorang manajer dalam membangun employee engagement memerlukan keterampilan yang harus dikembangkan untuk membangun employee engagement seperti keterampilan berkomunikasi terutama keterampilan mendengarkan; memberikan umpan balik, manajemen kinerja, serta memberikan penghargaan. Perusahaan pun diharapkan memberikan dukungan dalam hal-hal:
• Pengadaan pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan kepemimpinan
• Penyediaan umpan balik pada penilaian kepemimpinan dan program engagement
• Program mentoring untuk pemberian dukungan
• Pengadaan tukar pikiran dalam men-sharingkan praktik terbaik dari employee engagement
Terakhir, employee engagement harus dipandang sebagai sebuah proses yang membutuhkan pembelajaran yang berkelanjutan, yang memerlukan pengukuran secara periodik sebagai sarana untuk memantau perkembangannya, dan tentu saja diperlukan tindakan yang berkelanjutan pula.


DAFTAR REFERENSI
Gibson, James L., Ivancevich, John M., Donnelly Jr., James H., Organizations: Behaviour, Structure, and Process, 10th edition, McGraww-Hill,Boston, 2000
Robbins,Stephen P., Judge, Timothy A., Perilaku Organisasi, edisi 12, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008
Susanto,A.B., Harian Bisnis Indonesia, Mei 2004
Mindowo,Satryo, Mengungkap Rahasia Employee Engagement, Majalah BNI Sinergi 46, edisi XVIII/, Agustus 2008
Bernthal, Paul R., Measuring Employee Engagement, Research of Development Dimensions International, Inc., 2006
Margaretha, Meily, Saragih, Susanti, Employee Engagement: Upaya Peningkatan Kinerja Organisasi Artikel dalam The 2nd National Conference UKWMS, Universitas Kristen Maranatha, Bandung, 6 September 2008

Fleming, John H., Asplund, Jim, Where Employee Engagement Happens, Gallup Management Journal, Gallup Press, 08 November 2007
http://en.wikipedia.org/employee_engagement